Apakah politik identitas itu haram? Apakah politik dan agama itu tidak bisa dipisahkan?
Indonesia memang bukan negara Islam, tapi Indonesia adalah negerinya umat Islam yang memang kenyataannya hampir lebih dari 80% penduduknya adalah beragama Islam, saling berdampingan dengan umat beragama lain, dan tinggal bersama di tanah air yang sama, di negeri para leluhur bangsa ini, sebuah negeri yang didalamnya menoreh sejarah dari perjuangan bangsa Indonesia dari masa ke masa.
Sebuah hal yang manusiawi jika memang kita melihat politik dan agama itu tidak terpisahkan satu dan lainnya. Hal yang wajar jika umat terbasar negeri ini “umat Islam” menginginkan sebuah cita-cita bangsa terhadap kemakmuran dan kesejateraan negerinya sendiri dengan jalur kekuatan diplomasi politik secara Islami, dan tindakannya sesuai dengan etika dan ajaran agama Islam dan itulah mungkin bisa kita perkenalkan dengan istilah “Islamisasi Politik“.
Politik Identitas tentunya identik dengan jati diri, jika politik identitas ini dibawah ke percaturan global dunia, maka Indonesia harus menggunakan politik identitas ini untuk membawa jati diri bangsa sebagai bangsa yang besar, bangsa yang harus dihormati, bangsa yang harus diperhitungkan, dan bangsa yang akan menjadi bagian dari kepemimpinan dunia.Bahkan, tidak hanya untuk atas nama Indonesia, untuk suku daerah, budaya dan juga seluruh entitas bangsa Indonesia ini memiliki kekuatan identitasnya masing-masing dalam melakukan sebuah perubahan yang lebih baik.
Politisasi Agama tentunya berkaitan dengan aktifitas politik itu sendiri yang dilakukan dengan memanipulasi terhadap pemahaman dan pengetahuan keagamaan/kepercayaan sebagai alat politik dengan melalui cara propaganda, indoktrinasi, kampanye, disebarluaskan, disosialisasikan, diinterpretasikan pada pemahaman, permasalahan dan menjadikannya seolah-olah merupakan pengetahuan keagamaan/kepercayaan, dan tujuan akhirnya mempengaruhi konsensus sebagai upaya memasukan kepentingan sesuatu kedalam sebuah agenda politik ke arah pemanipulasian masyarakat atau kebijakan publik.
Akhir zaman ini kita akan disandingkan dengan hal yang demikian, sesuatu yang buruk menjadi baik, yang salah menjadi benar, yang abstrak menjadi nyata, yang abnormal menjadi normal.
Seharusnya yang kita tidak benarkan, itu dibenarkan oleh polarisasi yang membenarkannya, salah satunya istilah Politisasi Agama dan Politik Pragmatis, yang seharusnya itu dilarang, bukan istilah Politik Identitas yang dipermasalahkan, dan Politik Identitas menjadi kambing hitamnya, terkesan jika melihat apa yang terjadi saat ini, itu menyudutkan langsung dan terorentasi kepada umat Islam dan mengarah bahwa agar politik Islam atau siyasah syar’iyyah itu dilarang.Apakah umat Islam tidak menyadari itu? bahwa sebenarnya Politik Islam itu meliputi segala perbuatan yang membawa manusia lebih dekat kepada kemaslahatan (kebaikan/keselamatan) dan lebih jauh dari kemafsadatan (kerusakan/keburukan) bagi umat manusia.
Makna awalnya Siyasah Syari’yyah adalah mengurusi urusan masyarakat. Berkecimpung dalam politik Islam berarti memperhatikan kondisi kaum muslimin dengan cara menghilangkan kezhaliman penguasa pada kaum muslimin dan melenyapkan kejahatan musuh kafir.
Sebenarnya justru kewarasan etika politik bangsa dan kita yang sebaiknya bisa bekerja untuk mencap terhadap politik dan politisasi ini, pantas ataukah tidak. Tugas kita semua umat manusia untuk memperhatikan dan mengetahui apa yang dilakukan penguasa, menghindari segala bentuk kezaliman, menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyatnya, serta memeranginya pada saat terjadi kekufuran (ketidakpercayaan) yang nyata.